Manusia merupakan makhluk AllÄh yang telah dimuliakan dengan bermacam rupa nikmat dan karunia. Begitu juga ia dimuliakan dengan sebutan-sebutan kemuliaan dalam al-Qur’Än seperti ahsani taqwÄ«m yang berarti makhluk paling sempurna. Firman AllÄh: “wa laqad karramnÄ banÄ« Ä€dam (Sungguh telah Kami muliakan anak keturunan Adam)â€. Ia juga dimuliakan karena karunia ilmu. Ilmu yang AllÄh karuniakan ini berada pada jiwanya (an-nafs), hatinya (al-qalb), dan akalnya (al-‘aql). Dengan perangkat tersebut dan dengan petunjuk yang AllÄh karuniakan, manusia mampu mengenal AllÄh dengan mentauhidkan-Nya sebagai Tuhan sejati dan selanjutnya menjalankan ibadah kepada AllÄh semata. Hal ini menjadi tujuan utama manusia, sebagaimana firman Allah dalam aẓ-ẒÄriyat (51) ayat 56 yang artinya: “Tiada Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Kuâ€.
Bagi seorang Muslim, salah satu bentuk beribadah kepada AllÄh adalah tawakkal dan memohon perlindungan kepada AllÄh dari keburukan makhluk-makhluknya. Di antara makhluk-Nya, yang berlaku buruk kepada manusia adalah setan. Oleh karena itu, AllÄh memerintahkan kita untuk senantiasa memohon perlindungan kepada-Nya dari godaan setan.
Pada kesempatan ini, akan diuraikan mengenai tafsir surat an-NÄs yang membahas tentang manusia dan ancaman godaan setan. Adapun pembahasannya disarikan dari kitab tafsÄ«r al-FakhrurrÄzÄ« yang biasa dikenal dengan tafsir mafÄtÄ«h al-ghaib atau at-tafsÄ«r al-kabÄ«r, kitab tafsir yang memuat banyak cabang ilmu pengetahuan, terdiri dari 32 jilid, dan setiap jilidnya cukup tebal.
Pengarangnya adalah Muhammad bin ‘Umar bin al-Husain bin al-Hasan bin ‘Ali at-Taymy al-Bakry ar-RÄzÄ« as-SyÄfi‘ī. Beliau dikenal sebagai ImÄm FakhruddÄ«n ar-RÄzÄ«. Ia lahir di kota Rayy tahun 544 H dan meninggal di Herah tahun 604 H. Ia adalah seorang Ulama besar bermazhab SyÄfi‘ī dengan karya-karya dalam cabang keilmuan yang bermacam-macam.
Berikut ini adalah pembahasan tafsir surat an-NÄs.
A. AllÄh adalah ar-Rabb, al-Malik, dan al-IlÄh-nya Manusia
AllÄh SubḥanahÅ« wa Ta‘ÄlÄ berfirman :
قل أعوذ برب الناس (1) ملك الناس (2) إله الناس (3)
“Katakanlah (Hai Muḥammad): Aku berlindung kepada Tuhan Sejati (Rabb) dari manusia,
Raja dari manusia, Sesembahan manusia.â€
AllÄh adalah Tuhan seluruh makhluk, tetapi dalam surat ini, disebutkan dengan lebih khusus: Tuhan dari manusia. Penyebutan khusus tersebut bukan tanpa tujuan, setidaknya ada beberapa maksud. Pertama: seseorang memohon perlindungan kepada Tuhan-nya, Yang berkuasa secara mutlak terhadap seluruh urusan orang itu, dan hanya kepada Tuhan-nya, ia mengabdi dan menyembah. Kedua: adanya isyarat bahwa manusia merupakan makhluk yang paling mulia di seluruh alam raya. Ketiga: yang diperintahkan untuk memohon perlindungan kepada AllÄh adalah manusia. Oleh karena itu, jika manusia membaca surat ini, seolah-olah ia sedang meminta seraya mengucapkan: Wahai Penguasaku, Wahai Rajaku Yang Agung, Wahai Sesembahanku.
Dalam surat ini, disebutkan secara berturut-turut bahwa AllÄh adalah Rabb an-NÄs, Malik an-NÄs, dan Ilahi an-NÄs. Artinya: AllÄh adalah Tuhan manusia, Sang Raja Yang merajai manusia, dan Sesembahan Yang berhak disembah oleh manusia. Penyebutan tiga sifat di atas secara berurutan menunjukkan bahwa AllÄh adalah Sang Pemilik Mutlak, Sang Raja, dan Sang IlÄh sekaligus. Hanya Ia saja yang berhak disembah. Maha Suci Ia dari dipersekutukan.
Pada surat tersebut, kata an-NÄs (manusia) diulang sebanyak tiga kali dan disandingkan dengan Asma AllÄh. Hal ini menunjukkan kemuliaan manusia. Karena AllÄh memperkenalkan Diri-Nya bahwa Dia adalah Tuhan Sejati, Raja, dan IlÄh (Sesembahan) dari Manusia.
Setidaknya ada beberapa demonstrasi yang dipakai Imam ar-RÄzÄ« dalam menjelaskan hubungan antara Rabb, Malik, dan IlÄh.
Yang pertama: ar-Rabb adalah nama bagi Ia yang mengurus dan yang merawat. AllÄh-lah yang mengurus dan merawat manusia serta memberinya akal sehingga dengan mempergunakannya manusia mampu mengetahui bahwa dirinya adalah hamba sahaya dan AllÄh adalah Tuhannya. Setelah ia menyadari bahwa AllÄh adalah Tuhannya, maka ia akan memuja-Nya dengan menyebut al-Malik atau Sang Raja. Kemudian, setelah hamba tersebut mengetahui bahwasanya beribadah adalah kewajiban bagi dirinya dan ia tahu bahwa AllÄh berhak atas ibadahnya tersebut, maka nampak jelas baginya bahwa AllÄh adalah IlÄh-nya atau sesembahannya.
Yang kedua: menurut Sang Imam, hal pertama yang dapat seseorang ketahui dari Tuhannya adalah ia mesti taat kepada-Nya karena ia telah mendapatkan berbagai nikmat dari-Nya, baik nikmat zahir maupun batin. Ketika seseorang menyadari karunia tersebut, ia akan memahami makna ar-Rabb (Sang Pemilik). Begitu seterusnya, pengetahuan terhadap sifat-sifat Tuhan akan terus berkembang (berpindah) menuju pengetahuan akan Keagungan-Nya dan betapa Dia tidak membutuhkan apa pun, sama sekali dari makhluk-Nya. Dengan demikian, ketika seseorang telah memperoleh pengetahuan tersebut, ia akan mengetahui bahwa AllÄh adalah al-Malik (Sang Raja). Yang disebut sebagai al-Malik adalah Yang pada-Nya makhluk lain senantiasa membutuhkan dan Dia sendiri sama sekali tidak membutuhkan yang lain. Setelah seseorang memperoleh pengetahuan akan al-Malik, ia akan tahu bahwa AllÄh senantiasa dalam Keagungan dan Kebesaran di atas segala-galanya sehingga akal manusia tidak akan mampu lagi mencapainya. Saat itulah, ia sadar bahwa AllÄh adalah Sang IlÄh, yakni hanyalah Dia yang berhak menjadi Sesembahan dan kepada-Nya lah manusia menyembah.
B. Salah Satu Sifat Setan adalah Membisiki (al-waswÄs) dan Bersembunyi (al-khannÄs)
AllÄh SubḥanahÅ« wa Ta‘ÄlÄ berfirman:
من شر الوسواس الخناس ( 4) الذي يوسوس ÙÙŠ صدور الناس (5)
“Dari keburukan (bisikan) setan yang bersembunyi, yang membisiki hati manusia.â€
WaswÄsah (kata dalam bahasa Arab) merupakan kata benda (isim) yang berarti ‘pekerjaan subyek saat berbicara dengan nada rendah berulang-ulang’, biasa kita kenal dengan berbisik-bisik. Yang dirujuk oleh kata waswÄs dalam ayat di tersebut adalah setan. Pekerjaan setan adalah membisiki perihal keburukan.
Sedangkan kata al-khannÄs berarti siapa saja yang mempunyai kebiasan bersembunyi atau kabur. Yang dimaksud adalah setan, karena kebiasaannya adalah kabur dan bersembunyi ketika seseorang mengingat AllÄh. Ia akan kembali berbisik ketika seseorang lalai dari AllÄh.
C. Setan Dari Golongan Jin dan Setan dari Golongan Manusia.
AllÄh SubḥanahÅ« wa Ta‘ÄlÄ berfirman:
من الجنة و الناس (6)
“Dari (golongan) jin dan manusia.â€
Setidaknya ada tiga pendapat mengenai tafsir ayat di atas.
Pertama: seolah-olah AllÄh mengatakan bahwa bisikan setan dapat berasal dari golongan jin dan dari golongan manusia. Sebagaimana firman AllÄh dalam surat al-An‘Äm (6) ayat 112, yang artinya: “Dan demikianlah untuk setiap Nabi, Kami menjadikan musuh yang terdiri dari setan-setan, manusia, dan jin. Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah sebagai tipuan [...]â€. Oleh karena itu, sebagaimana setan dari golongan jin senantiasa membisiki manusia dan bersembunyi ketika disebutkan asma AllÄh, setan dari golongan manusia juga akan terus membisiki sesamanya dan akan pergi ketika mereka yang dibisiki menolaknya.
Kedua: kata al-InsÄn merupakan kata yang mencakup dua arti, yaitu jin dan manusia. Ini didasarkan kepada kisah seorang manusia yang meminta tolong kepada seorang jin yang terekam dalam surat al-Jinn (72) ayat 6. Oleh karena itu, menurut pendapat ini, bisikan-bisikan buruk itu juga berlaku pada golongan jin dan tak terbatas pada golongan manusia saja. Akan tetapi, pendapat ini lemah karena takwil yang jauh dan tidak sesuai dengan kaedah bahasa Arab.
Ketiga: AllÄh menyuruh hamba-Nya untuk memohon perlindungan kepada-Nya; yang pertama: dari godaan setan, dan yang kedua: dari keburukan jin dan manusia.
Apabila kita perhatikan, bisikan setan yang dibisikkan ke dalam dada manusia merupakan sesuatu yang tidak nampak secara inderawi, tetapi AllÄh menyuruh kita untuk berlindung kepada-Nya, bahkan AllÄh sampai mengulang asma-Nya sebanyak tiga kali dalam tiga ayat pertama. Menurut Imam FakhruddÄ«n ar-RÄzÄ«, hal ini menunjukkan ada maksud tertentu, yaitu bahwa bisikan setan itu menggiring manusia untuk berpaling dari agama. Berpaling dari agama lebih besar bahayanya ketimbang bahaya-bahaya fisik. Oleh karena itu, AllÄh mewanti-wanti hamba-Nya untuk senantiasa berlindung dari bisikan setan yang dapat memalingkannya.
WallÄhu a‘lam bi aá¹£-á¹¢awÄb.
_______________________________________________________________
Bahan bacaan:
Muhammad bin ‘Umar bin al-Husain bin al-Hasan bin ‘Ali at-Taymy al-Bakry ar-RÄzÄ« as-SyÄfi‘ī, TafsÄ«r al-FakrurrÄzÄ« (Beirut: DÄrul Fikr, 1981).
Abul Husain Ahmad bin FÄris bin ZakariyyÄ, Mu‘jam MaqÄyÄ«s al-Lughah (Beirut: Darul Fikr, 1979).
Syed Muhammad Naquib al-Attas, IslÄm dan Sekularisme, terj. Khalif Muammar (Bandung: Pimpin, 2011).
Mu‘jam al ma‘ÄnÄ« online, http://www.almaany.com/ar/dict/ar-ar/