Bangsa kita punya tradisi mendaras kitab. Di berbagai daerah, pengajian pekanan dilaksanakan, mencicil sebuah kitab perlahan-lahan. Para peserta pengajian membaca bersama bagian tertentu, dan pak kiai atau pak ustadz menjelaskan bagian yang dibaca. Laku keilmuan semacam itu memang tampak jauh dari tradisi akademis resmi di perguruan tinggi. Namun, nyatanya, hal kecil kurang akademis semacam itulah yang terus menaikkan taraf berfikir masyarakat di berbagai tempat.
NuuN.id hendak mencerap kebiasaan semacam itu dalam bentuk yang agak berbeda pada rubrik Telaah Pustaka. Setiap hari Senin malam kami akan mencicil menampilkan tulisan-tulisan ringkas yang dikembangkan dari sebuah buku. Pada kesempatan awal ini, kita akan mencoba membahas secara rutin sebuah buku yang sesungguhnya penting bagi perkembangan pemikiran kaum Muslimin dewasa ini: Risalah untuk Kaum Muslimin (selanjutnya kita sebut Risalah).
Buku ini dipilih karena beberapa alasan. Pertama, pemikiran Syed Muhammad Naquib al-Attas (penulis buku ini) merupakan uraian penting gagasan-gagasan besar dalam tradisi Islam yang telah berabad-abad, yang dihadirkan kembali oleh Syed Naquib pada abad ke-20 (dan ke-21) ini. Pendalaman atas pemikiran beliau kami rasakan amat diperlukan mengingat semakin pentingnya berbagai pandangan Syed Naquib dalam menelaah berbagai hal dewasa ini (khususnya mengenai persoalan kebudayaan, sejarah, dan falsafah di alam Melayu-Nusantara ini).
Kedua, meski baru terbit pada 2001, buku ini sejatinya telah disusun sejak 30 tahun sebelumnya. Hampir seluruh dari karya Prof. al-Attas, bibit biangnya terkandung dalam buku ini. Misalnya, pemikiran autentik beliau mengenai Islam as a Religion and The Foundation of Ethics and Morality dapat kita rujuk pula dalam beberapa perenggan Risalah. Juga pandangan beliau mengenai Barat yang terkandung dalam buku Islam and Secularism terdapat pula bibit biangnya dalam buku yang akan kita bahas ini. Bahkan, beberapa pandangan beliau mengenai sastra dan bahasa belum terlalu banyak terungkap dalam karya lain, hanya terkandung pada Risalah ini.
Syed Muhammad Naquib al-Attas
Syed Muhammad Naquib al-Attas adalah seorang intelektual Muslim kontemporer yang ahli dalam tasawuf, filsafat, teologi, sejarah, pendidikan, arsitektur, perbandingan agama, bahasa, dan sastra. Ulama bernama lengkap Syed Muhammad Naquib al-Attas bin Ali bin Abdullah bin Muhsin al-Attas ini dilahirkan di Bogor, 5 September 1931. Beliau merupakan keturunan Rasulullah SAW, yang dipisahkan sebanyak 37 generasi. Kakeknya, Abdullah bin Muhsin al-Attas, adalah salah seorang ulama terkemuka pada akhir abad ke-19 yang menyebarkan Islam di Pekalongan, Bogor, dan Johor (Wan Daud, 2008, hlm 2-3). Abdullah bin Muhsin al-Attas (1265/1849-1351/1932) memiliki murid-murid yang juga menjadi ulama, seperti Habib Alwi bin Muhammad bin Thahir al-Haddad (guru dari K.H. Abdullah Syafii dan K.H. Abdullah bin Nuh), Habib Alwi bin Abdurrahman al-Habsyi, Habib Ahmad bin Alwi al-Haddad, dan lain-lain (Armas, 2013).
Salah satu kelebihan Syed Naquib ialah kemampuannya menghadirkan tradisi keilmuan Islam (khususnya di dunia Melayu) yang telah mengakar selama berabad-abad, dalam bentuk-bentuk masa kini, dalam tingkat yang amat filosofis, di ruang akademis kontemporer. Syed Naquib berhasil menghadirkan gagasan-gagasan besar dari tradisi Islam di tengah ruang akademis yang sebagian besar justru sangat sekular.
Catatan perjalanan intelektual Syed Naquib menunjukkan hal tersebut. Pada 1957-1959, Syed Naquib menempuh pendidikan sarjana di Universitas Malaya. Pada masa ini, ia telah menulis Rangkaian Ruba’iyyat dan Some Aspects of Sufism as Understood and Practiced Among the Malays. Pada 1960-1962, beliau menempuh pendidikan S-2 di Institute of Islamic Studies, Universitas McGill, Montreal, Kanada. Di tempat inilah beliau bersentuhan dengan para pemikiran Islam dari Barat dan Timur, di antaranya, ialah Sir Hamilton Gibb dari Inggris, Fazlur Rahman dari Pakistan, Toshihiko Izutsu dari Jepang, dan Seyyed Hossein Nasr dari Iran. Beliau juga bertemu dengan H.M. Rasjidi, seorang modernis dari tanah Jawa. Syed Naquib menyelesaikan pendidikan S-2 dengan tesis berjudul RÄnÄ«rÄ« and the WujÅ«diyyah of 17th Century Acheh. Kesetiaannya pada kajian Islam di dunia Melayu dapat kembali dilihat dalam pengkajiannya selama menempuh pendidikan S-3 di School of Orientals and African Studies, Universitas London (1962-1965). Di sana beliau bertemu dengan A. J. Arberry, Martin Lings, dan lain-lain serta menulis disertasi berjudul The Mysticism of Hamzah Fansuri (Armas, 2013).
Dari catatan ini kita dapat melihat perhatian dan minat besar Prof. al-Attas pada kajian falsafah, seni, dan tasawuf Islam. Syed Muhammad Naquib al-Aá¹á¹as menulis lebih dari 30 buku dan monograf dalam bahasa Inggris dan Melayu. Karya-karyanya diterjemahkan ke berbagai bahasa, seperti Arab, Farsi, Turki, Urdu, Malayalam, Indonesia, Prancis, Jerman, Rusia, Bosnia, Jepang, India, Korea, dan Albania. Kita mengenal magnum opus Syed Naquib dalam karya berjudul Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam. Sebuah karya kontemporer yang mampu menampilkan keagungan tradisi falsafah dan tasawuf Islam.
Selain melalui karya-karya tulisnya, Syed Naquib juga dikenal sebagai pendiri, pemimpin, dan peletak dasar falsafah dari International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC). Sebuah pendidikan tinggi yang sering dipandang sebagai pengejawantahan falsafah pendidikan yang Prof. al-Attas cetuskan. ISTAC merupakan karya besar al-Attas di bidang pendidikan, arsitektur, dan budaya ilmu. Lembaga ini didirikan pada 1987 di Kuala Lumpur dan diresmikan pada 1991 (Armas, 2013).
Risalah untuk Kaum Muslimin
Risalah untuk Kaum Muslimin kerap luput dari perhatian banyak pengamat pemikiran Syed Naquib al-Attas. Hal ini boleh jadi karena ia ditulis dengan cara yang tidak biasa untuk ukuran dunia akademik masa kini. Tidak seperti karya-karya akademis umumnya, Risalah merupakan karya yang berasal dari pertuturan Prof. al-Attas dalam diskusi-diskusi terbatas pada awal 1970-an. Pertuturan Prof. Al-Attas ini dicatat dan kemudian ditik ulang Cik Roselyn Hamzah (Sekretaris Prof. Al-Attas ketika bertugas di UKM) dalam susunan yang lebih rapi. Prof. al-Attas ketika itu merupakan Mahaguru Penyandang Kerusi Bahasa dan Kesusastraan Melayu dan juga Pengasas serta Pengarah Institut Bahasa, Kesusastraan, dan Kebudayaan Melayu di UKM (al-Attas, 2014, hlm vii).
Metode imla sebenarnya suatu cara pencatatan yang umum dalam dunia ilmiah bangsa Melayu sebelum abad ke-20. Karya-karya Syekh Abdush Shamad al-Falimbani banyak ditulis dengan metode ini. Imla telah banyak memberi sumbangan kepada tradisi ilmiah orang Melayu. Saat membaca Risalah kita akan menemui berbagai kata-kata atau bahkan kalimat yang tidak efektif dan tidak efisien ditimbang dari tatanan ilmu bahasa Modern. Akan tetapi, di dalamnya justru terdapat nilai keindahan, sopan santun, dan bahkan penekanan terhadap makna tertentu. Sesuatu yang tak dapat dicakup ragam bahasa tulis formal. Imla dapat menyeolahkan kita hadir dalam sebuah pertemuan, mendengarkan (bukan membaca) tuturan penulis secara langsung. Jarak ruang dan waktu seolah luntur dan melumer. Kita menjadi lebih "dekat" dengan penulis karena pengimlaan itu.
Risalah mulai disusun pada awal 1973 dan selesai pada akhir Maret tahun itu juga. Puluhan tahun, Risalah terjaga sebagai simpanan pengarangnya. Pada 1997, sebuah salinan dari Risalah ini telah diamanahkan Prof. al-Attas kepada murid sekaligus sahabatnya, Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud, sebagai koleksi pribadi. Beberapa tahun kemudian (2001), karya ini diterbitkan oleh ISTAC . Kemudian, IBFIM menerbitkannya kembali pada 2014 (al-Attas, 2014, hlm vii).
Jika kita agak teliti beberapa hal, kita akan melihat bahwa kurang lebih dua bulan setelah Risalah selesai disusun (Maret 1973) atau pada 15 Mei 1973, Syed Naquib mengirimkan surat kepada Sekretariat Islam di Jeddah. Di antara isinya ialah gagasan-gagasan mengenai pendidikan yang disusun oleh Prof. al-Attas sendiri. Surat tersebut telah turut mendorong terlaksananya Persidangan Dunia Pertama tentang pendidikan Islam yang diselenggarakan di Kota Mekah pada awal 1977. Empat tahun setelah Risalah disusun dan juga empat tahun setelah Prof. al-Attas mengirim surat ke Sekretaris Islam di Jeddah, barulah terselenggara persidangan (konferensi) tentang pendidikan Islam. Konferensi itu dimulai pada 3 April 1977. Perlu waktu yang panjang agar gagasan Prof. al-Attas dapat disampaikan ke muka dunia Islam. Sayangnya, Prof. al-Attas kemudian "dilupakan" pada konferensi sejenis yang diadakan di Islamabad pada 1982 (al-Attas, 1993, hlm xi-xii).
Di dalam Risalah, kita akan menemukan berbagai pembahasan persoalan falsafah yang menghinggapi kaum Muslimin pada abad ke-20. Falsafah sekularisme yang merasuk secara perlahan ke dalam tubuh kaum Muslimin telah memalingkan umat ini dari tradisi keilmuannya sendiri. Sebuah kekeliruan mendasar yang justru kerap tak disadari oleh kaum kita sendiri.
Banyak kaum Muslimin yang jahil mengenai Islam sebagai agama yang sebenarnya dan peradaban yang luhur lagi agung yang telah menghasilkan ilmu-ilmu Islamiah yang mampu menayangkan pandangan alam yang tersendiri. Kejahilan ini telah melenyapkan kesadaran akan tanggung jawab Muslim untuk meletakkan amanah ilmu dan akhlak pada tempatnya yang wajar.   Para sarjana yang keliru terbelenggu pada penghambaan ilmu-ilmu orientalis dan kolonial.
Prof. al-Attas sampai pada penelaahan persoalan ilmu-ilmu kontemporer yang sebenarnya mengandungi falsafah dan pandangan hidup yang sekular. Pandangan hidup yang sekular ini tanpa disadari telah merasuk kedalam kesadaran Muslim melalui ilmu-ilmu, seperti antropologi, psikologi, biologi, kedokteran, dan lain sebagainya. Selama ini, kaum Muslim mengira bahwa ilmu-ilmu itu bersifat bebas nilai (netral) sehingga tak merasa bermasalah dengannya.
Karya ini adalah suatu telaah penting yang mendahului zaman sebab kelak gagasan besar Islamisasi Ilmu Pengetahuan Masa Kini akan menjadi buah fikir Syed Muhammad Naquib yang menjadi perbincangan falsafah para ilmuwan. Sketsa dari gagasan besar tersebut telah nampak biang bibitnya dalam Risalah untuk Kaum Muslimin. Oleh karena itu, kita tak dapat melewatkan karya ini dalam mengkaji pemikiran Prof. al-Attas.
Demi dapat menyampaikan maksud serta amanahnya kepada dunia Islam, perenggan-perenggan dalam Risalah telah dikembangkan dalam bahasa Inggris, jauh sebelum Risalah itu sendiri diterbitkan. IslÄm: The Concept of Religion and the Foundation of Ethics and Morality diterbitkan pada 1976. Karya ini disampaikan Syed Naquib dalam Mu’tamar Islam Antarbangsa (internasional), Majlis Islam Eropa, 5 April 1976, di Dewan Besar Royal Commonwealth Society, London. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian World of Islamic Festival yang salah satu sidangnya dipimpin oleh pemikir dan pemimpin kaum modernis Islam dari Indonesia, Mohammad Natsir. Setahun kemudian, karya ini diterbitkan dalam bahasa Melayu dengan judul IslÄm: Faham Agama dan Asas Akhlak. Di dalam Risalah kita dapat melihat pembahasan mengenai agama ini dalam perenggan 12 dan 13.
Karya-karya lain dari Prof. al-Attas yang “sketsanya†dapat kita lihat dalam Risalah ialah: IslÄm and Secularism (1978); The Concept of Education in IslÄm (1980); IslÄm and the Philosophy of Science (1989); The Nature of Man and the Psychology of the Human Soul (1990); The Meaning and Experience of Happiness in IslÄm (1993); Prolegomena to the Metaphysics of IslÄm (1995); Historical Fact and Fiction (2013); dan On Justice and The Nature of Man (2015) (al-Attas, 2014, hlm x-xi).
Apabila kita melihat karya-karya Prof. al-Attas sejak yang pertama (1976) hingga yang terakhir (2015) maka kita akan lihat bakal pemikiran dari buku-buku itu telah tertuang dalam Risalah. Kita dapat melihat konsep tentang keadilan, agama, negara, dan lain sebagainya terdapat dalam Risalah. Setiap konsep dalam perenggan-perenggan itu kemudian dikembangkan menjadi buku-buku tersendiri yang disusun nyaris selama 40 tahun (2015). Mengkaji Risalah ialah gerbang awal yang paling baik untuk memahami pemikiran Prof. al-Attas secara keseluruhan.
Semoga kita mampu mengeja buku ini dalam Telaah Pustaka, sampai huruf terakhir.
Rujukan:
Adnin Armas, “Syed Muhammad Naquib Al-Attas: Penerus Tradisi Filsafat Islam Di Zaman Kini†(Makalah Kuliah Filsafat al-Attas, Jakarta: INSISTS, 2013).
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993).
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin (Kuala Lumpur: IBFIM, 2014).
Wan Mohd Nor Wan Daud, The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib al-Attas (Kuala Lumpur: ISTAC, 1998).