Bangsa yang Berenang di Samudera Simbol (Semacam Tulisan Peringatan 73 Tahun Indonesia Merdeka)
Bagikan

Bangsa yang Berenang di Samudera Simbol (Semacam Tulisan Peringatan 73 Tahun Indonesia Merdeka)

Allah, Allah, Allah....Mampukan kami memilah yang hakikat dan yang palsu. Terangi aqal dan qalbu kami dengan hidayah-Mu, agar para penipu tak mencuri lagi jiwa-jiwa kami..,Allah, Allah, Allah..,Mampukan bangsa ini merenangi simbol-simbol yang memilyar mencekam hari-hari. Selamatkan kami dari ketersesatan dalam memahami setiap makna..,Allah, Allah, Allah..,Terimalah sujud kami di 73 tahun Indonesia Merdeka ini.., Berkahi hidup kami.., dan ampunilah kami..,

Pagi hari di 73 tahun Indonesia Merdeka, televisi bergemuruh menyanyikan lagu Indonesia Raya. Upacara dan hening cipta dikhidmatkan memperingati perjuangan para pahlawan. Doa–doa dipanjatkan dan kemudian beragam warna kemeriahan diletuskan. Suka cita negeri yang bersolek menyambut hari proklamasi.

Matahari terus meninggi dan siang bergerilya memayungi seorang anak perempuan yang mengumpulkan butir-butir panas di dalam keranjang anyaman daun kelapa. Di rumah,Sang Ibu memulas butir-butir panas itu dengan warna merah dan putih. Bulatan-bulatan seperenambelas api membumbung ke awan, bertemu langit dan mengucapkan selamat merdeka. Adzan Jum’ah datang dan angin bersiur amat lembutnya.

Indonesia seharusnya sedang merenung menginsafi usianya 73tahun.

***

Indonesia 73 tahun ialah kepungan jutaan simbol, menggelontor setiap hari di dunia maya, dunia nyata, dan dunia mimpi memenuhi hati dan fikiran orang-orang di dalamnya. Tanda dan makna berseliweran dan diperebutkan, saling saing memburu jiwa-jiwa, mengumpulkan rakyat jelata dalam angka-angka dan memerangkap mereka dalam KTP. Jiwa-jiwa dinomori dan diurutkan dalam kategori-kategori yang tak menyebut hati nurani (atau aqal sehat) secara wajar, menjadi raksasa data yang dipilah dan diperiksa di hari-hari menjelang perebutan kekuasaan. Di media sosial setiap diri diintai, diberi tanda lalu dipengaruhidan mempengaruhi. Kita memberi simbol dan diberi simbol, menandai dan ditandai.Kita merebut dan direbut untuk sesuatu yang tak pasti.

***

Para Kiyai membungkus ketakwaan dalam kerendahhatian, ia merunduk dalam kopiah dan surbannya. Namun, orang-orang merebut kopiah dan surban Pak Kiai untuk membungkus ambisi. Orang takwa membungkus ketakwaannya dengan cara-cara takwa. Akan tetapi bungkus-bungkus itu dirampas para ambisius untuk menyamarkan imannya yang rapuh. Kiai bersurban dan berkopiah dalam kerundukannya sebagai hamba, para pemalsu merampas surban dan kopiah dalam kehendak untuk berkuasa yang tak terkendali.

Simbol-simbol ialah juga alat menipu untuk mengaburkan makna. Pendusta memakai simbol-simbol agama untuk menipu manusia dari kedustaannya. Penista memakai simbol-simbol keberadaban guna menutupi penistaannya. Simbol-simbol yang diselewengkan ialah tanda yang diseret menjauhi maknanya yang hakikat. Tujuan utamanya ialah penipuan. Simbol-simbol agama kerap digunakan para penipu untuk menipu orang-orang beragama. Lidah dan simbol para penipu mendaku beriman tetapi kehendak utama mereka ialah mencuri suara orang-orang beragama hingga tandas dan parau.

Maka 73 tahun Indonesia Merdeka ialah para brangasan memakai sarung dan surban demi memerah suara rakyat; ialah para penipu menyelewengkan simbol-simbol agama demi secuil keuntungan.

***

Nusantara ialah negeri dengan khidmat pada tanda-tanda amat luar biasa. Makna-makna luhur digapai aqal manusia dengan perantara beragam simbol. Simbol mengantarkan kita pada makna yang hakikat, menyampaikan yang tak tersampaikan dengan kata, menyatakan apa yang tak bisa dinyatakan oleh suara. Simbol ialah sebuah sopan santun sekaligus siasat bagi makna untuk menyapa jiwa-jiwa.

Namun, dunia simbol ialah dunia yang ketat sekaligus longgar, tertutup sekaligus terbuka. Di antara rongga-rongga keketatan dan kelonggaran itu, di antara ruang ketertutupan dan keterbukaan itu, menyelesup berbagai penyelewengan. Para penipu bergerilya mencuri makna dari sebuah simbol demi keuntungan-keuntungannya sendiri.

***

Negeri ini sudah 73 tahun bergelut dengan simbol-simbol. Rakyat sudah dimuntahi macam-macam lambang, nyaris ¾ abad lamanya. Kini di hari Soekarno (dengan segala perlambang kegagahan kelelakiannya) memproklamasikan kemerdekaan Indonesia 73 tahun lalu, musim pengotak-atikan simbol itu datang lagi. Kemerusuk para pendusta mulai terdengar, langkah mereka begitu jorok menginjak dedaunan kering. Musim berburu, berebut dan memalsu makna hadir bersama ditemukannya pohon pegagan yang rantingnya bersilang sungsang.

Musim di mana bajingan dan orang bertakwa memakai peci yang sama. Waktu di mana penista dan para kiai memakai sorban dengan merek yang sama. Saat-saat di mana kiai dan kiai diadu, ditunggangi simbol-simbolnya lantas dipertaruhkan dalam meja raksasa kekuasaan. Makna semakin kurus di pojokan hidup. Dan orang-orang memandang kenyataan seperti para pemula menonton pementasan teater Rendra. Yang nyata dan tak nyata bercampur mencekam aqal sehat, mengancam kewajaran dan hari-hari menjadi tak biasa.

Angin berat yang kering dan tajam berhembus menggugurkan bunga-bunga randu. Bayi-bayi menangis lebih nyaring. Suara dari jauh meminta kita untuk menajamkan kewaskitaan, mengukuhkan nurani dan memampukan diri merenangi beragam simbol yang mericuhkan. Kita harus mampu menerka simbol seperti melihat biji-biji sirsak. Kesadaran dan pengetahuan yang cukup membuat kita dapat memilah biji-biji yang kerompong dan memisahkannya dari biji-biji yang berisi.

Kita adalah bangsa yang 73 tahun terjebak dalam milyaran biji sirsak, berisi dan kerompong. Kita musti memilahnya atau tenggelam di dalamnya.

***

Di samudera huruf dan bebunyian kita berenang amat sunyinya, memilah isi dari kekosongan. Tak ada sesiapa, hanya air berujung langit entah di mana. Tangan kita terus mengayuh mengapungkan diri agar tak tenggelam. Dihadapan, menghadang butir-butir huruf menjelma jutaan ton kubik kata, menggelontor bersama dengung-dengung bunyi menghantam telepon genggam dan hati sanubari.

Allah, Allah, Allah....
Mampukan kami memilah yang hakikat dan yang palsu. Terangi aqal dan qalbu kami dengan hidayah-Mu, agar para penipu tak mencuri lagi jiwa-jiwa kami....

Allah, Allah, Allah....
Mampukan bangsa ini merenangi simbol-simbol yang memilyar mencekam hari-hari. Selamatkan kami dari ketersesatan dalam memahami setiap makna....

Allah, Allah, Allah....
Terimalah sujud kami di 73 tahun Indonesia Merdeka ini.... Berkahi hidup kami.... Dan ampunilah kami....