Pertanian sebagai Pengokoh Kehidupan Umat dan Bangsa: Pandangan K.H. Hasyim Asy'ari
Bagikan

Pertanian sebagai Pengokoh Kehidupan Umat dan Bangsa: Pandangan K.H. Hasyim Asy'ari

Mengutip perkataan ahli hikmah, Kiai Hasyim menempatkan pertanian secara tertib dalam kerangka luas pengaturan kehidupan. Keteraturan mengelola dunia ialah syarat bagi teraturnya agama.

Pertanian merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pengolahan tetumbuhan dan berbagai tanaman mustilah dilakukan dengan saksama. Dalam Islam, petani merupakan pekerjaan yang amat dihargai. Petani ialah penyambung kehidupan, pengolah kekayaan negara, dan tanggul ekonomi negeri. Sebuah negeri atau masyarakat yang tak menghargai petani, tentu merupakan negeri yang secara perlahan-lahan tengah mengeroposkan pertahanan ekonominya sendiri.

Pentingnya kedudukan petani ini telah disadari oleh ulama-ulama Islam. Termasuk di Indonesia ini. K.H. Hasyim As’ari telah menulis tentang pentingnya bercocok tanam dan kedudukan kaum tani. Tercatat tulisan beliau yang dimuat dalam Majalah Soeara Moeslimin, No. 2 Tahun ke-2, 19 Muharom 1363 atau 14 Januari 1944 membahas pertanian secara singkat. Bagi Kiai Hasyim, pertanian tidaklah berdiri sendiri. Berbagai paparan yang beliau kutip dari al-Qur’an, al-Hadits, dan kitab-kitab klasik menunjukkan bagaimana pertanian mendapat perhatian yang sangat penting dalam ajaran Islam.

Mengutip perkataan ahli hikmah, Kiai Hasyim menempatkan pertanian secara tertib dalam kerangka luas pengaturan kehidupan. Keteraturan mengelola dunia ialah syarat bagi teraturnya agama. Pengaturan dunia sangat bergantung pada pengelolaan uang (ekonomi). Sementara keuangan suatu negara seharusnya amat bergantung pada kegiatan-kegiatan rakyatnya. Keteraturan rakyat dalam mengelola kehidupan amatlah bergantung pada keadilan para penguasa.

Maka pertanianlah yang menguatkan tanggul ekonomi sebuah negeri. Menguatkan petani ialah menguatkan ekonomi umat. Kekuatan ekonomi umat akan mendorong keteraturan kehidupan. Dan hal ini harus dibarengi hadirnya keadilan di tengah masyarakat. Keadaan semacam ini tentu akan memberi keteraturan dan kedamaian, syarat penting kekhusyuan menjalani perjalanannya menuju akhirat.

Berikut  artikel lengkap K.H. Hasyim Asy’ari yang redaksi nuun.id kutip secara utuh dari sumbernya.

                                                                                ***

                                                    Keutamaan Bercocok Tanam dan Bertani

Anjuran memperbanyak hasil bumi dan menyuburkan tanah

Anjuran mengusahakan tanah dan menegakkan keadilan

Allah Subhanahu wa Ta’ala, Zat yang mesti benar firman-Nya, telah berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya:

“Dan apabila sembahyang telah diselesaikan, maka berpencarlah kamu (bubarlah) di bumi dan carilah kan fadhal (rahmat) Allah. Dan sebutlah Allah banyak-banyak, agar kamu sekalian medapat kebahagiaan.” (Surah Al-Jum’ah, ayat 10).

Di dalam tafsirnya, Ibnu Jarier menyebutkan demikian;

“Firman Allah: ‘Wabtaghu min fadl-li’Llah’ (dan carilah akan rahmat Allah) bisa juga berarti: ‘Dan carilah rizki Allah, Dia-lah Zat yang menggenggam kunci gudang kekayaan, baik untuk keduniaan, maupun untuk keakhiratan kamu sekalian.’

Diceritakan oleh Sayidina Anas r.a., bahwa Junjungan kita, Nabi Muhammad, SAW bersabda, yang artinya:

“Tak ada seorang Muslim yang menanam tanaman atau mencocokkan tumbuhan-tumbuhan, kemudian tanaman itu dimakan burung atau manusia atau binatang, melainkan dihitung menjadi shadaqah (sedekah) baginya.” (Bukhari II/30)

Diceritakan oleh Sayyidina Jabir, bahwa Junjungan kita Nabi Muhammad SAW telah bersabda, yang artinya:

“Tak ada seorang Muslim yang menanam tanaman, melainkan bahwa sebagian dari tanaman itu yang dimakan orang menjadi shadaqah baginya, dan yang dicuri orang daripadannya juga shadaqah, dan yang dimakan binatang buas daripadanya juga jadi shadaqah. Pun yang dimakan burung daripadanya jadi shadaqah pula; dan tak ada sebagian dari tanaman itu yang dibencanai orang, melainkan jadi shadaqah baginya.”

Diceritakan oleh Sayyidina Jabir pula, bahwa Junjungan kita, Nabi Muhammad SAW telah masuk pada ladang kurma kepunyaan Ummi Mubassyir, maka bersabdalah ia, yang artinya:

“Tidak ada seorang Muslim menanam tanaman dan tidak pula mencocokkan tumbuh-tumbuhan, kemudian dimakan orang daripadanya, atau binatang atau lainnya, melainkan itu menjadi shadaqah baginya.” (Muslim I/678).

“Pendek kata, bapak tani adalah gudang kekayaan, yang daripadanya itulah negeri mengeluaran belanja bagi sekalian keperluan. Pak tani itulah penolong negeri apabila keperluan menghendakinya dan di waktu orang-orang mencari pertolongan. Pak tani itulah pembantu negeri yang boleh dipercaya untuk mengerjakan sekalian keperluan negeri, yaitu di waktunya orang berbalik punggung (tak sudi menolong) pada negeri; dan pak tani itu juga menjadi sendi tempat negeri didasarkan.” (dari Muntahaa Amaali’l Khutabaa’ kaca1  355)

“Setengah ahli hikmat mengatakan: ‘Bahwasannya teraturnya agama adalah bergantung pada teraturnya dunia, sedang teraturnya dunia adalah bergantung pada uang. Dan uang itu terkumpul dari pada rakyat, sedang teraturnya hidup rakyat adalah bergantung pada sikap pembesar-pembesarnya yang adil.” (dari Itkhafu’Sadah Al-Muttaqien I/52)

“Ketahuliah, bahwa keterlibatan dunia dan teraturnya adalah berhasil dengan enam perkara; yakni yang menjadi sendi dunia:

1.    Agama yang diturut orang.
2.    Pemerintahan yang berpengaruh.
3.    Keadilan yang merata.
4.    Ketentraman yang meluas.
5.    Kesuburan tanah yang kekal, dan
6.    Cita-cita yang luhur. (dari AdaabuDunya wa’Ddien kaca 97).

                                                                                ***

Demikian pandangan singkat Hadratussyeikh, mengenai pertanian. Terang untuk kita bahwa pertanian tidak hanya persolan dunia semata. Akan tetapi pertanian juga berkait dengan akhirat. Setiap usaha petani tidak semata untuk mencukupi hajat hidup, atau hajat negara (yang sering abai terhadap nasib petani dan pertanian). Di mata Islam, usaha petani  bercocok tanam merupakan sedekah kepada sesama Muslim, bahkan sesama makhluk Allah. Setiap bulir padi, setiap biji gandum, batang singkong, atau ubi bertukar nilai menjadi pahala. Bertani seharusnya ialah juga sebuah ibadah.

Kita musti bersyukur kepada Allah, kehidupan kita (khususnya dari sisi pangan) telah banyak ditolong oleh para petani. Hajat negara banyak ditopang para petani.

Maka segala tindakan menyiakan dan menindas ialah tindak tak bersyukur sebuah bangsa. Tak menolong petani ialah sebuah kekufuran atas nikmat yang telah Allah berikan kepada bangsa kita.