Panji Masyarakat Terbit Kembali Setelah Dibreidel Orde Lama
Bagikan

Panji Masyarakat Terbit Kembali Setelah Dibreidel Orde Lama

Moh. Natsir menjadi sampul edisi pertama majalah "Panji Masyarakat" selepas dibreidel orde lama. (Foto: Majalah "Panji Masyarakat" No. 1, 5 Oktober 1966, 21 Djumadil Akhir 1386, hlm. 2)

Perjalanan Majalah Panji Masyarakat (Panjimas) dapat menjadi salah satu contoh kasus untuk melihat hubungan antar ummat Islam, pergulatan pada masa Orde Lama dan banyak hal yang terjadi di masa (awal) Orde Baru. Majalah pimpinan Buya Hamka ini turut menyertai perjalanan sejarah penting bangsa ini. Kita dapat melihat mengapa ummat Islam begitu jengkel terhadap PKI dan Orde Lama melalui kisah majalah ini.

5 Oktober 1966 menjadi tanggal yang penting bagi majalah Panji Masyarakat, karena pada tanggal inilah mereka dapat kembali hadir di tengah umat setelah sempat dilarang terbit pada tahun 1960 oleh pemerintah Orde Lama. Selama enam tahun Panji Masyarakat dibungkam, pemimpin redaksinya, Buya Hamka, pun ditahan secara sepihak. Setahun setelah Gestapu 1965, tepat setahun setelah para Pahlawan Revolusi dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, yang juga dijadikan Hari Kesaktian Pancasila, Panji Masyarakat hadir kembali di tengah-tengah umat Islam Indonesia.

"Sebagai korban dari orde lama yang tidak mengizinkan kemerdekaan berfikir dan kemerdekaan menyatakan fikiran, setelah majalah ini terbit menjelang tahunnya yang kedua (1960), diapun diberangus, tidak boleh terbit lagi.”

Begitulah tulis Hamka, dalam edisi pertama Panji Masyarakat setelah breidel, tertanggal 5 Oktober 1966 (21 Jumadil Akhir 1386). Dalam tulisan pengantarnya, Hamka mengucapkan rasa syukur karena majalah yang menyuarakan suara rakyat ini dapat terbit kembali. Majalah ini harus terhenti pada No. 32 Oktober 1960 setelah menampilkan tulisan Mohammad Hatta yang berjudul “Demokrasi Kita” pada edisi No. 22, 1 Mei 1960. Dalam tulisannya, Hatta menyampaikan kritik terhadap konsep Soekarno mengenai demokrasi terpimpin. Hatta menilai konsep tersebut telah mencederai demokrasi dan cita-cita bangsa Indonesia. Dua proklamator kita ini memang telah lama berpisah jalan, yang ditandai dengan mundurnya Hatta dari jabatan Wakil Presiden pada tahun 1956. Hatta mengirimkan surat pengunduran diri kepada DPR pada 20 Juli 1956, tetapi baru dikabulkan empat bulan setelahnya, yaitu pada 30 November 1956.

Foto dalam cerita foto ini merupakan sampul Panji Masyarakat setelah terbit kembali. Terlihat foto Mohammad Natsir, mantan Perdana Menteri pertama RI yang juga pemimpin umat Islam ketika itu, menghiasai Panjimas edisi pertama (setelah sempat dibreidel) ini. Natsir, bersama dengan Hamka dan pemimpin-pemimpin umat Islam lainnya, ketika itu ditangkap secara tidak adil oleh pemerintah Orde Lama dan kemudian dipenjarakan.

“Majalah Panji Masyarakat telah terbit kembali, setelah terhenti pada nomornya yang ke-32, bulan Oktober 1960. Kita bersyukur kepada Tuhan karena pemimpin dan pengasuhnya masih hidup sehat wal afiat. Meskipun Pimpinan Redaksi, pengatur jiwa isinya ‘diistirahatkan’ pula dalam tahanan dua tahun empat bulan lamanya, karena diapun ‘bersalah’, meskipun majalahnya telah diberangus, namun mulutnya masih juga bersuara, dan penanya masih juga menulis pada tiap ada kesempatan. Mengatakan dan menuliskan apa yang terasa di hati sanubarinya, dan tidak juga mau menyerahkan diri kepada ketentuan yang diatur dan didiktekan oleh yang berkuasa pada masa itu.”

Melalui Panji Masyrakat yang baru, Hamka juga menyampaikan harapannya kepada pemerintah yang baru, setelah menghadapi kezaliman dari pemerintah sebelumnya yang telah membungkam kebebasan berpendapat rakyatnya.

“Alhamdulillah, orde baru telah mulai naik, orang-orang tahanan dengan kezhaliman, telah dipulangkan dan Panji Masyarakat boleh terbit kembali.

Alhamdulillah, segala sisa umur untuk hidup yang hanya sementara ini, masih dapatlah didarmabaktikan bagi kepentingan agama, kemuliaan bangsa dan keridhaan Tuhan. Dan moga-moga main berangus-berangusan, stop-stopan tidak akan berulang lagi.”

Diolah dari:

Majalah Panji Masyarakat No. 1, 5 Oktober 1966, 21 Djumadil Akhir 1386, hlm. 2