Menyoal Pilihan Berbahasa Kita
Bagikan

Menyoal Pilihan Berbahasa Kita

“Kita tidak menolak seluruh kata-kata serapan dari bahasa Inggris. Hanya saja, cara pandang kita harus tetap jelas. Jika kita telah memiliki kata yang tepat sesuai dengan pandangan hidup kita, mengapa kita harus memakai kata serapan dari bahasa lain?”

Pengaruh bahasa asing terhadap bahasa Indonesia adalah sebuah keniscayaan. Dalam dunia yang semakin terbuka, ketika sekat-sekat antarbangsa semakin memudar, pengaruh-memengaruhi antarbudaya menjadi lazim. Sebuah kewajaran jika suatu bahasa menyerap kata dan istilah tertentu dari bahasa lainnya. Yang dimaksud dengan kata atau istilah serapan adalah kata yang berasal dari bahasa lain (bahasa daerah/bahasa asing) yang kemudian ejaan, ucapan, dan cara penulisannya disesuaikan dengan penuturan masyarakat Indonesia dengan tujuan memperkaya kosakata bahasa Indonesia (setidaknya inilah arti “kata serapan” yang umum disampaikan). Akan tetapi, penyerapan kata asing bukan hanya persoalan cara penulisan, pengucapan, dan juga pengejaan kata serapan itu. Penyerapan bahasa asing sesungguhnya melibatkan juga persoalan pandangan hidup (worldview). Setiap kata mengandung nilai-nilai tertentu, atau dapat kita rumuskan bahwa setiap kata tidaklah bebas nilai.

Kita dapat menyepakati bahwa bahasa Indonesia pada awalnya berdarah daging dan berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu sendiri, sebagai bagian dari bahasa Islam, banyak terpengaruh oleh kata-kata kunci yang berasal dari pandangan hidup Islam (the worldview of Islam). Kata seperti ilmu, wujud, iman, tauhid, akhlak, insan, alam, adil, dan adab, telah menjadi bagian pokok dari bahasa Melayu. Oleh karena itu tak dapat dimungkiri lagi, bahasa Melayu adalah bagian dari bahasa Islam.[1]

Bahasa Melayu yang mengandung kata-kata kunci dari ajaran Islam inilah yang sesungguhnya menjadi asal bagi bahasa Indonesia sekarang ini. Akan tetapi, tentu saja pokok sumber kemelayuan itu kemudian dipengaruhi oleh bahasa-bahasa lain. Bahasa Indonesia telah membuka diri bagi pengaruh bahasa lain. Bahasa Belanda kemudian memberikan beberapa kata yang diserap menjadi bagian dari bahasa Indonesia. Kita mengenal kata dongkrak yang berasal dari serapan kata dommekracht atau bengkel yang berasal dari winkel. Kita juga mengenal kata-kata yang diserap dari bahasa Portugis, Spanyol, dan juga berbagai bahasa daerah. Bahasa Inggris kemudian memberikan banyak sumbangan terhadap bahasa Indonesia. Saat ini kita sangat sulit menghindari kata-kata serapan dari bahasa Inggris dalam berbagai bidang.

Seperti disinggung di awal, penyerapan sebuah kata bukan hanya persoalan runcitan berbahasa, tetapi juga melibatkan pandangan hidup sebuah peradaban. Kata-kata kunci dalam Islam yang telah menjadi bagian dari bahasa Melayu mengandung jaringan makna tertentu yang mencerminkan pandangan hidup Islam. Pun dengan kata-kata yang kita serap dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, ada kandungan tertentu dalam setiap kata. Tidak semua kata bebas nilai. Kata-kata serapan semacam aksioma, religi, materi, demokrasi, kultural, natural, universal, humanisme, kontemporer, sosial, edukasi, juga yang lain sebagainya sesungguhnya mengangkut nilai-nilai tertentu. Kita dapat katakan, jika kata-kata kunci dalam bahasa Melayu memiliki kaitan dengan pandangan hidup Islam, hal yang sama berlaku pada kata-kata yang berasal dari bahasa Inggris. Kita dapat mengatakan, serangan bahasa Inggris yang merembesi bahasa Indonesia masa kini adalah juga sebuah pembaratan. Dalam setiap kata serapan dari bahasa Inggris itu mengandung nilai-nilai dari peradaban Barat.

Lantas sejauh mana pengaruh bahasa Inggris terhadap bahasa Indonesia? Pertanyaan ini dapat pula mengurai persoalan sejauh apa bahasa Indonesia (yang awalnya ialah bahasa Melayu yang mengandung nilai-nilai Islam) telah terbaratkan. Tentu saja tak mudah menjawab persoalan tersebut.

Sebagai langkah awal untuk mengetahui persoalan ini, Komunitas NuuN telah melakukan penelitian sederhana terhadap judul-judul tajuk utama (headline) harian Kompas sepanjang bulan Juli 2012. Berikut ini ringkasan hasil penelitian sederhana tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa banyak kata serapan dari bahasa Inggris yang digunakan oleh Kompas sebagai judul tajuk utamanya. Hal ini kami harapkan dapat memberikan gambaran awal sejauh mana pengaruh bahasa Inggris terhadap bahasa Indonesia. Tentu saja contoh masalah (judul tajuk utama Kompas sepanjang Juli 2012) yang kami ambil dapat dikatakan terlalu sedikit untuk mewakili keseluruhan persoalan. Hanya saja, sebagai sebuah penelitian awal yang sederhana, langkah ini diperlukan sebagai landasan untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian-penelitian yang lebih mendalam.

Langkah awal yang kami lakukan dalam penelitian ini yaitu mencatat judul-judul tajuk utama harian Kompas sejak edisi Minggu, 1 Juli 2012 (Kompas nomor 004 tahun Ke-48), sampai edisi Selasa, 31 Juli 2012 (Kompas nomor 034 Tahun Ke-48). Judul-judul itu kemudian kami deretkan lalu kami pilah kata-kata penyusunnya.

Contoh:

Kamis, 26 Juli 2012, Kompas nomor 029 tahun Ke-48.

Judul tajuk rencana:
Solusi Instan Kedelai
Harga Harus Segera Turun


Kata-kata yang digunakan dalam tajuk adalah: harga, harus, instan, kedelai, solusi, dan turun.

Dari 31 judul tajuk rencana yang kami catat, kami mendaftar 267 kata yang digunakan. Dari 267 kata itu kami memisahkan kata-kata yang berupa angka (misal 2014); kata depan/konjungsi (misal di, ke, dan yang); dan nama orang/jabatan/nama tempat/nama instansi/nama lembaga/singkatan(misal Assad, Aceh, DKPP, dan pemkab). Setelah dipilih dan kemudian dipisahkan dari jenis kata-kata tersebut, kami menyaring 267 kata menjadi 217 kata. Kata-kata yang terdaftar dalam 217 kata tersebut kami sebut sebagai kata-kata yang memiliki makna kamus (makna leksikal). Sebanyak 217 kata leksikal itulah yang menjadi data pokok dalam penelitian ini.

Langkah selanjutnya yaitu mengelompokkan kata-kata serapan dari bahasa Inggris dalam 217 kata tersebut. Hasilnya, kami menemukan kata-kata serapan seperti di antaranya: ekspor, identitas, industri, instan, kampus, konflik, dan kontroversial. Setelah dikelompokkan, dari 217 kata tersebut kami menemukan 36 kata yang merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, atau sama dengan 16,59 %.

Kami tentu menyadari bahwa persoalan bahasa tidak bisa disederhanakan hanya kepada deretan angka-angka. Namun, dari penelitian sederhana ini setidaknya kita bisa melihat pengaruh bahasa Inggris yang telah menjadi sangat lumrah terhadap bahasa Indonesia. Angka 16,59 % yang didapat dari penelitian di atas menunjukkan betapa besarnya pengaruh tersebut. Tentu saja, berbagai nilai yang diangkut dalam angka 16,59 % itu turut serta dalam pemikiran kita. Sebab, kata adalah bagian dari bahasa dan bahasa adalah cerminan pemikiran bangsa yang menggunakannya.

Tentu saja penyerapan kata asing adalah hal yang wajar dalam pergumulan peradaban masa kini. Bahkan, hal itu dapat dikatakan tak dapat dihindari. Kita pun tidak menolak seluruh kata-kata serapan dari bahasa Inggris. Hanya saja, cara pandang kita harus tetap jelas. Jika kita telah memiliki kata yang tepat sesuai dengan pandangan hidup kita, mengapa kita harus memakai kata serapan dari bahasa lain? Kita memiliki kata hujah, mengapa kita lebih memilih menggunakan kata argumen? Kita telah memiliki kata rumus lalu mengapa kita memilih menggunakan kata formula? Pun dengan kata perinci dan detail, khusus dan spesifik, gagasan dan konsep, serta kata-kata lain.

Umat Islam seharusnya memiliki sikap dalam berbahasa. Keadaan yang wujud hari ini ialah umat Islam-pun kemudian terseret dan seperti kecanduan untuk menggunakan kata-kata serapan dari bahasa Inggris yang sebenarnya tidak bebas nilai itu. Hal tersebut menunjukan bahwa umat Islam di Indonesia belum memiliki kesadaran berbahasa yang tinggi dan belum memiliki pandangan yang jelas dalam berbahasa. Sebagai sebuah gerakan budaya, umat Islam (melalui penerbit-penerbit Islam dan juga media massa) harus berani untuk melestarikan dan memasyarakatkan penggunaan istilah-istilah Islam dalam bahasa Indonesia sekaligus mengurangi penggunaan kata-kata serapan dari bahasa Inggris. Jika kita menyepakati bahwa setiap kata tidaklah bebas nilai, maka langkah semacam ini merupakan perlawanan terhadap pembaratan bahasa Indonesia.

________________________________________________________

[1] Lihat penjelasan SMN al-Attas mengenai “Faham Bahasa dalam Islam”. SMN al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, ISTAC, Kuala Lumpur, 2001. Perenggan 36-39, halaman 98-110.