Menggugat Peneknologian Pendidikan
Bagikan

Menggugat Peneknologian Pendidikan

Pada gilirannya, sekolah-sekolah atau universitas sekalipun memiliki peran pokok mencetak sebanyak-banyaknya lulusan yang cerdas, mandiri, dan siap bersaing di era global. Ah! Kalau begitu kita ubah saja kata sekolah dengan pabrik percetakan, alumni menjadi hasil produksi, guru diganti dengan buruh pekerja, dan kepala sekolah sebagai mandornya

Kita semua pada dasarnya tahu, bangsa ini memiliki persoalan yang lumayan berat sekaligus pelik dalam urusan pendidikan. Negara kita berusia 73 tahun dan telah berganti kurikulum sampai 10 kali. Alasan dan tujuannya bermacam-macam, mulai dari kebutuhan zaman, ihwal politik dan kekuasaan, dan yang paling lazim kita dengar: peningkatan mutu pendidikan. Meski demikian, boleh saja kita katakan selama ini rumusan kurikulum tersebut belum betul-betul menemukan bentuk yang tepat bagi perbaikan pendidikan kita. Sudah begitu, di tingkat akar rumput, ada kecenderungan untuk mengabaikan perubahan substantif dari pergantian kurikulum dan melaksanakan proses pembelajaran yang tidak seberapa beda dengan arahan kurikulum sebelumnya.

Di kampus-kampus pendidikan, persoalan mutu pendidikan ini kerap diperbincangkan, mulai dari diskusi lepas di kantin, tongkrongan, perpustakaan, ruang-ruang kelas, sampai dalam sidang tugas akhir. Biasanya, persoalan utama yang mengemuka adalah mengenai kesulitan dalam belajar. Faktor penyebab yang dibahas pun beragam, mulai dari mutu guru yang rendah dan tak merata, penghargaan terhadap profesi guru yang memilukan, urusan keadministrasian yang rumit dan menyulitkan, buku pelajaran yang sulit difahami, proses pembelajaran yang menjemukan dan tidak mengikuti zaman, hingga sekolah yang bak penjara. Dan, pelabuhan dari persoalan-persoalan serupa kebanyakan mengarah ke ilmu teknologi pendidikan.

Secara formal, teknologi pendidikan adalah studi dan etika praktik untuk memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengaturan proses dan sumber daya teknologi. Di dalamnya, ada perpaduan dari unsur manusia, mesin, ide, prosedur, dan pengelolaannya. Masalah belajar dianalisis dengan pendekatan peningkatan kualitas hasil produksi demi mencari jalan keluar untuk mengatasi, menilai, dan mengelola pemecahan yang mencakup semua aspek belajar manusia. Secara lebih sederhana, teknologi pendidikan adalah upaya dan rancangan agar memudahkan orang untuk belajar dalam berbagai kondisi.

Program studi teknologi pendidikan di berbagai kampus biasanya berfokus pada pengembangan kurikulum pendidikan dan pemanfaatan teknologi bagi dunia pendidikan. Dalam perkuliahan di sana, secara spesifik mahasiswa dibekali pemahaman tentang kurikulum dan usaha pengembangannya sampai fasih dalam menggunakan teknologi dan komunikasi untuk dunia pendidikan. Pemanfaatan teknologi diyakini bisa membantu proses belajar mengajar lebih lancar, mudah, dan efisien. Maka dari itu, teknologi pendidikan begitu dipercaya memegang peranan penting lagi signifikan terhadap pengembangan kurikulum dan membuat kurikulum tersebut menjadi lebih relevan bagi para siswa untuk menyongsong dunia kerja dan masa depan. Dan, menyelesaikan berbagai persoalan pendidikan di Indonesia tentunya.

Teknologi pendidikan sendiri diakui sebagai keilmuan terapan yang mengandalkan penelitian kuantitatif, research and development (R & D), action research atau penelitian tindakan kelas, pengembangan model, serta pengembangan instrumen dalam berbagai penelitiannya. Dalam persoalan-persoalan konkret tentu yang lebih kita perlukan adalah berbagai solusi yang bersifat terapan dan tidak njelimet atau terlalu filosofis. Di berbagai penelitian di bidang keilmuan ini harus termaktub upaya pengembangan, penerapan, dan penilaian sistem, teknik, dan alat bantu untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas belajar manusia. Aspek-aspeknya meliputi pertimbangan teoritis, perangkat dan peralatan teknis atau hardware, dan perangkat lunaknya atau software. Aspek-aspek ini kemudian difungsikan untuk mendesain dan melaksanakan penilaian pendidikan dengan pendekatan yang sistematis. Semacam pengadopsian ilmu teknik yang berada dalam dunia pendidikan. Berusaha menyelesaikan permasalahan manusia lewat pengetahuan, matematika, dan pengalaman praktis yang diterapkan untuk mendesain objek atau proses yang berguna. Oleh karenanya, dinamakan teknologi pendidikan.

Sama seperti tujuan pengembangan teknologi, proses utama pendidikan pada akhirnya bermaksud meningkatkan nilai tambah produk dari lembaga pendidikan. Teknologi pendidikan tidak hanya mempelajari ilmu psikologi, pedagogik, pengembangan kurikulum, komunikasi, dan manajemen, tetapi juga meliputi fotografi, videografi, ilmu desain dasar, merancang website dan e-learning, hingga pemrograman dasar. Dalam sebuah ulasan mengenai program studi ini disebutkan, mahasiswa yang berasal dari jurusan teknologi pendidikan tak perlu terlampau khawatir dengan kesempatan kerja. Jika tak mau jadi guru, kompetensi IT juga diberikan di sini.

Lihatlah, betapa dekat dan lekatnya makna kata teknologi dengan kemudahan. Dengan serbateknologi, ada doktrin mengenai terjaminnya kemudahan. Kesulitan belajar yang pasti selalu terjadi menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita dapat teratasi dengan cepat berkat teknologi. Pendidikan adalah kunci perbaikan nasib, instrumen rekayasa sosial yang menjadi eskalator dalam aspek sosial dan ekonomi. Dengan pendidikan, akan terbuka peluang bagi masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah menjadi middle class bahkan upper class. Maka, jika kita ingin proses belajar lebih mudah demi percepatan kesejahteraan sosial, peningkatan mutu serta upaya menghasilkan produk lulusan yang siap bersaing secara global harus dilakukan dengan pendekatan teknologi. Ini adalah solusi termangkus! Tanpa pengembangan teknologi, pendidikan kita akan tertinggal dari negara-negara maju yang berpenghasilan besar nan makmur itu.

Sekolah-sekolah masa kini tentu patut berbangga dengan kesediaan fasilitas gawai canggih yang mampu mereka sediakan. Seluruh buku dan pelajaran tersimpan dan dapat dengan mudah diakses melalui tablet-tablet, tidak akan rusak, apalagi hilang. Sarana dan prasarana yang tersedia di sekolah menjadi salah satu penilaian utama dalam penentuan kriteria ketuntasan minimal (KKM) proses pembelajaran. Murid harus aktif dan mampu mencari sendiri berbagai informasi dalam gawai-gawai tersebut. Guru boleh mengembangkan pelaksanaan proses pembelajaran serta evaluasi dan penilaian melalui berbagai perangkat lunak yang semakin canggih untuk kemudian menyodorkannya ke muka para murid. Guru masa kini cukup bertindak sebagai fasilitator. Ringkas, mudah, dan tidak ribet. Pembelajaran pun jadi relevan dengan kemajuan zaman yang digemari murid. Lalu murid mau aktif belajar, mencari informasi sehingga dapat berfikir kritis sekaligus memiliki kemampuan high order of thinking. Para murid tidak akan tertinggal kemajuan teknologi malah jadi fasih mengutak-atiknya. Siap jadi warga dunia.

Murid-murid sekolah itu boleh menegakkan kepala seraya membusungkan dada dan berseru tak lagi memerlukan guru dalam belajar. Boleh jadi, di masa depan guru tak perlu ada sama sekali. Menghemat anggaran produksi. Cukup satu kali menyediakan orang yang ahli dalam mata pelajaran tertentu bekerja sama dengan ahli IT. Minta mereka menyediakan aplikasi kegiatan belajar mengajar yang bisa diakses di manapun. Lalu, aplikasi program belajar lengkap tersebut dapat dijual ke sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan lainnya. Tampilkan di gawai dalam genggaman para murid. Dalam waktu yang tak lama, mereka dapat dicetak dengan segera lalu ditawarkan dan dikirim ke berbagai bidang pekerjaan. Kalau perlu, dilakukan pengembangan aplikasi baru, bisa outsource lagi tenaga ahli IT dan konten pelajaran. Ini jelas memenuhi model pendekatan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan yang digadang-gadang dalam berbagai pelatihan guru itu. Belajar tak lagi untuk ilmu alih-alih hikmah. Belajar adalah investasi bagi diri untuk beroleh kompetensi, kompensasi, dan laba besar di kemudian hari. Teknologi sungguh-sungguh membantu persoalan kita selama ini.

Belajar dengan memanfaatkan teknologi tentu tidak ada salahnya, malah baik jika bisa memanfaatkan dengan tepat dan wajar. Tetapi, ketika pendidikan dimasukkan dalam fakultas teknologi, lalu guru serta lembaga pendidikan menggantungkan keberhasilan pembelajaran kepada teknologi, tak perlu masygul atas murid-murid dan produk pendidikan yang kehilangan budi pekerti, panutan, dan adab dalam hidup mereka. Rasio mereka dilatih dengan macam-macam soal dan ujian setidaknya sepanjang 12 tahun. Hati mereka dipaksa mengikuti prosedur yang berlaku jika tak mau menanggung risiko kegagalan atau jauh dari kesuksesan. Akan tetapi, pembangunan jiwanya ketinggalan jauh. Tidak ada pengkajian jiwa yang serius dalam pengembangan teknologi kita, dan rupanya itu berdampak kepada pendidikan kita.

Anak-anak itu, generasi penerus bangsa itu, telah dididik dalam suasana mudah, praktis, dan sangkil. Digiring mencari kebaruan dan akrab dengan pandangan hidup serbaindustri persis dari dalam sekolah dan berasal dari fikiran gurunya sendiri. Pada gilirannya, sekolah-sekolah atau universitas sekalipun memiliki peran pokok mencetak sebanyak-banyaknya lulusan yang cerdas, mandiri, dan siap bersaing di era global. Ah! Kalau begitu kita ubah saja kata sekolah dengan pabrik percetakan, alumni menjadi hasil produksi, guru diganti dengan buruh pekerja, dan kepala sekolah sebagai mandornya.  Â