Tetap Berjuang Meskipun Bubar
Bagikan

Tetap Berjuang Meskipun Bubar

Menyoal alasan pemerintah (peraturan pemerintah) yang menilai Partai Masyumi harus dibubarkan akibat indikasi adanya keberpihakan kepada pemberontakan PRRI, Prawoto Mangkusasmito, ketua umum terakhir Partai Masyumi, membuat pembelaan atas itu pada tulisannya tertanggal 12 Juli 1960.

Ini pendapat paradatuk kita. Tak masalah bentuk lembaganya apa. Meski lembaga harus bubar, takapa. Organisasi tinggallah organisasi, tetapi berjuang tetaplah berjuang semasaruh masih melekat pada jasad.

Partai MajelisSyuro Muslimin Indonesia (Masyumi) harus menghadapi persoalan pembubaran pada1960. Pemerintah menetapkan partai Islam ini harus bubar dengan dasar keputusanPresiden Nomor 200 Tahun 1960 dan Nomor 201 Tahun 1960. Jika menolak bubar,berarti Masyumi menjadi partai terlarang. 

Menurut keduakeputusan presiden itu, pertimbangan pembubaran partai politik tersebut adalah:

“Organisasi(partai) itu melakukan pemberontakan, karena pemimpin-pemimpinnya turut sertadengan pemberontakan apa yang disebut dengan “Pemerintah Revolusioner RepublikIndonesia” atau “Republik Persatuan Indonesia” atau telah jelas memberikanbantuan terhadap pemberontakan, sedangkan organisasi (partai) itu tidak resmimenyalahkan perbuatan-perbuatan anggota-anggota pemimpin tersebut.” (Lihat: 30 Tahun Indonesia Merdeka, cetakankeenam, terbitan PT Tira Pustaka tahun 1983, halaman 166).

Ada latar politikyang menjadi penyebab pembubaran partai ini. Kegigihan Masyumi untuk menolakgagasan Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) atau Konsepsi PresidenSoekarno sebagai landasan politik negara, serta isu pergolakan di beberapadaerah yang dilakukan oleh sejumlah pihak di Sumatra Barat dan Sulawesi(pemberontakan PRRI dan Permesta) akibat dari kesenjangan ekonomi yang tinggiantara pusat pemerintahan dengan daerah, adalah di antaranya.

Beberapa perwiraAngkatan Darat di wilayah Sumatra Barat dan Sulawesi membuat tuntutan untukmemenuhi kebutuhan daerah dan melakukan pemberontakan kepada pemerintahan pusat(lihat, Adnan Buyung Nasution, AspirasiPemerintahan Konstitusional di Indonesia: Sosio-Legal atas Konstituante1956-1959, edisi cetakan kedua, terbitan Grafiti tahun 1995, halaman 290).

Menyoal alasanpemerintah (peraturan pemerintah) yang menilai Partai Masyumi harus dibubarkan akibatindikasi adanya keberpihakan kepada pemberontakan PRRI, Prawoto Mangkusasmito,ketua umum terakhir Partai Masyumi, membuat pembelaan atas itu pada tulisannyatertanggal 12 Juli 1960.

“Kalauketentuan-ketentuan yang menyangkut pemberontakan ini dikaji benar-benar, akanternyatalah bahwa ketentuan itu sama sekali tidak mengenai lagi kepada Masyumi.Kesimpulan yang demikian itu bukan baru kali ini saja. Kesimpulan yang demikianbukan baru kali ini dikemukakan, tetapi sudah pada bulan Januari yang lalu, antaralain kepada Menteri Pertama Djuanda dan pejabat-pejabat tinggi lainnya yangbertanggung jawab. Dalam pembicaraan-pembicaraan itu yang pasti ialah bahwakesimpulan yang diambil Masyumi tidak disalahkan.” (SU Bajasut dan LukmanHakiem [editor], Alam Pikiran dan JejakPerjuangan Prawoto Mangkusasmito: Ketua Umum [Terakhir] Partai Masyumi,terbitan Kompas bekerja sama dengan Yayasan Asrama Pelajar Islam, tahun 2014,halaman 192).

Masyumi berusahamengajukan banding atas keputusan pemerintah. Bersama para petinggi PartaiSosialis Indonesia (PSI), yang juga dikenakan sanksi pembubaran, para petinggiMasyumi bahkan sempat datang menghadap Presiden. Mereka bertukar pikiran denganPresiden secara terbuka mengenai pembubaran partai.

Pemerintah tetapbergeming dengan keputusannya. Masyumi dan PSI harus bubar. Maka petinggiMasyumi pun memilih membubarkan partainya daripada menjadi partai terlarang.Namun, bukan berarti perjuangan mereka berakhir. Mereka legawa dan kesatriamenerima keputusan pemerintah. Ini sikap politik yang mesti ditiru olehorang-orang sekarang.

Sumber foto: 30 Tahun Indonesia Merdeka, cetakankeenam, 1983. Jakarta: PT Tirta Pustaka, halaman 167.

Deskripsi foto:Gambar kanan memperlihatkan pimpinan Partai Masyumi dan PSI (dari kiri kekanan): Junan Nasution, Prawoto Mangkusasmito, St Sjahrir, Murad, dan SubadioSastrosatomo, Jakarta, pada tanggal 24 Juli 1960.