7 September 1950 adalah tanggal bersejarah bagi bangsa Indonesia, karena pada hari itu kabinet pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia dilantik. Perjuangan bangsa ini dalam meraih kemerdekaan memang tidaklah mulus. Meskipun telah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, tapi usaha Belanda untuk merebut kembali negara ini tidaklah berhenti. Melalui Agresi Militer I dan II, Belanda berusaha mengembalikan dirinya menjadi penjajah. Bangsa kita tentu tidak berhenti melawan, baik perlawanan secara militer maupun diplomasi. Selepas Konferensi Meja Bundar (KMB, 23 Agustus-2 November 1949 di Den Haag), Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia. Rakyat Indonesia pun akhirnya dapat kembali menghirup napas kemerdekaan yang telah dirindukan sejak lama.
Walaupun kedaulatan RI telah diakui oleh Belanda (27 Desember 1949), akan tetapi KMB “mengamanatkan” Republik Indonesia harus mendirikan Republik Indonesia Serikat (RIS). Soekarno menjadi presiden RIS dan Mohammad Hatta sebagai Perdana Menterinya. Sebagian besar rakyat Indonesia tidak puas dengan hasil KMB ini, sehingga muncul tuntutan dan demonstrasi agar negara-negara bagian dalam RIS bergabung dengan RI. Selain itu, ada kalanya negara bagian yang satu dengan yang lain saling mencurigai bahkan bermusuhan.
Keadaan ini membuat M. Natsir, yang ketika itu merupakan anggota parlemen dari Masyumi, mengajukan sebuah mosi, yang dikenal sebagai Mosi Integral Natsir. Melalui mosi ini, yang disetujui oleh parlemen, Indonesia pun kembali menjadi negara kesatuan. Soekarno kemudian mengangkat Natsir sebagai perdana menteri pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketika hendak membentuk kabinet, Natsir menghadapi masalah karena Partai Nasional Indonesia (PNI), partai terbesar kedua di parlemen, menganggap merekalah yang lebih tepat memimpin pemerintahan, sehingga tidak menyepakati pembagian kursi yang ditawarkan Natsir dan Masyumi. Akhirnya, setelah menghadap presiden, Natsir mendapat perintah dari Soekarno untuk membentuk kabinetnya tanpa PNI. Kabinet Natsir disebut juga sebagai zaken cabinet karena Natsir lebih mengutamakan para ahli dan bukan anggota partai untuk menduduki jabatan menteri-menterinya, sesuatu yang tidak umum dalam sistem politik kita saat itu. Berikut adalah susunan Kabinet Natsir yang dilantik pada 7 September 1950 silam.
Jabatan | Nama Mentri | Partai |
Perdana Mentri | Mohammad natsir | masyumi |
Wakil Perdana Menteri | Hamengkubuwono IX | - |
Menteri Luar Negeri | Mohammad Roem | Masyumi |
Menteri Dalam Negeri | Mr. Assaat | - |
Menteri Pertahanan | Dr. Abdul Halim | - |
Menteri Kehakiman | Mr. Wongsonegoro | PIR |
Menteri Penerangan | M.A. Pellaupessy | Demokrat |
Menteri Keuangan | Mr. Sjafrruddin Prawiranegara | Masyumi |
Menteri Pertanian | Mr. Tandiono Manu | PSI |
Menteri Perdagangan dan Perindustrian | Dr. Soemitro Djojohadikusumo | PSI |
Menteri Perhubungan | Ir. Djuanda | - |
Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga | Ir. Herman Johanes | PIR |
Menteri Perburuhan | R.P. Suroso | Parindra |
Menteri Sosial | Harjadi | P. Katholik |
Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan | Dr. Bahder Djohan | - |
Menteri Kesehatan | Dr. Johanes Leimena | Parkindo |
Menteri Agama | K.H. A. Wahid Hasyim | Masyumi |
Menteri Negara | Harsono Tjokroaminoto | PSII |
Mosi Integral Natsir: Dari RIS ke NKRI (Prestasi Tertinggi Parlemen yang Dilupakan Sejarah) (Panitia Peringatan Refleksi Seabad M. Natsir Pemikiran dan Perjuanggannya dan Media Dakwah, 2008)
M. Dzulfikriddin, Mohammad Natsir dalam Sejarah Politik Indonesia: Peran dan Jasa Mohammad Natsir dalam Dua Orde Indonesia (Bandung: Mizan, 2010)