Meme dan Poster (Bukan) sebagai Ilmu
Bagikan

Meme dan Poster (Bukan) sebagai Ilmu

Kita harus menyudahi menganggap yang bukan ilmu atau belum ilmu sebagai ilmu dan kebenaran. Jangan sampai kita salah sangka sehingga menganggap agama sebagai sebab timbulnya perasaan terancam, kebingungan dan ketakutan.


Sebagai pengguna jaringan internet, kita pasti sudah akrabdengan meme. Jika suatu isu sedang digoreng lalu ramai-ramai dikonsumsihangat-hangat, boleh jadi meme mengambil peran sebagai spatulanya. Nyaris tak ada isuyang tak ada memenya. Meme adalah bukti bahwa orang-orangIndonesia sangat sigap merespon persoalan. Rasanya tidak sampai setengah jamdari dikabarkannya suatu isu atau berita, sudah ada saja beragam meme yangtersebar di sosial media yang bisa membuat kita terpingkal atau merengut.

Meme adalah bahan lelucon, sindiran, parodi juga ekspresiperasaan. Meme dibagikan, beredar luas dan sering kali dianggaphiburan. Suatu album foto di sosial media bisa berisi satu gambar meme yangseragam dengan variasi dialog atau pesan berbeda. Saking hit dan nyaris tanpapakem, meme bisa dibuat oleh siapa saja. Ada website yang secara khususmenyediakan fasilitas pembuatan meme. Kita cukup masuk ke alamat websitedimaksud, kemudian memilih gambar dan melampirkan teks ukuran besar yangdiinginkan. Di dalam Wikipedia, meme diartikan sebagai ide, perilaku atau gayayang menyebar dari satu orang ke orang lain dalam bentuk gambar, hyperlink,video, website, atau hashtag.

Tidak hanya sebagai bahan guyonan, meme yang nyaris selaludirespon positif oleh warganet juga bisa menjadi strategi pemasaran. Para produsen bisa memakai meme untuk menciptakan pemasaran gerilya atau viral marketing bagi produk atau layanannya.Pada akhirnya, karena kemudahannya untuk tersebar dan diakses, meme jugadianggap sebagai sarana yang efektif dalam menyebarkan kebaikan dan ilmu. Memeseolah-olah dianggap sebagai poster atau flyerpropaganda, salah satu sarana yang penting dalam pendistribusian gagasan. Kitabisa coba telusuri akun media dakwah di berbagai sosial media, khususnyaInstagram yang memang khusus untuk gambar. Kita juga bisa memperhatikanbagaimana gambar-gambar itu secara cepat menyebar dan dibagikan para follower. Menariknya, ada kecenderungandi banyak akun semacam ini, meme dan poster merundung jomblo atau suruhan nikahyang ramai dipasang dan dibagikan.

Mungkin peradaban kita memang sedang dilanda darurat nikah ataudarurat jomblo. Kedua topikini selayak gula bagi semut. Menjomblo sampaimenikah harus diperjuangkan fisabilillah.Jika kemaksiatan terus merajalela, maka umat ini tak akan pernah selamat. Mungkinpara pengelola akun sosial media dan pembuat meme atau poster itu beranggapandemikian. Sarana yang memiliki peluang mendapat respon besar, dianggap perludipertahankan produksinya demi meramaikan majelis media sosial dakwah. Banyaknyafollower  dianggap sebagai tanda semakin banyak yang antimaksiat dan pada akhirnyadidamba mencerahkan umat. Tambahmelimpahnya pengikut, semakin ramai tersebar meme, poster, jugaperingatan-peringatan kebaikan lainnya, maka semakin tersebarluaslah ilmu danIslam di muka bumi. Kita yakin betul, keberhasilan itu mesti diukur denganjumlah. Keyakinan yang sering mengaburkan pandangan kita mengenai tujuan dansubstansi.

Memang, selain poster atau meme guyon dan sindiran, banyakpula akun sosial media yang mengunggah nasihat-nasihat, kutipan perkataan paraustadz dan ulama, atau kutipan hadits dan ayat Al Qur’an. Kita memang tak menyetarakanmeme-meme guyon itu dengan poster-poster yang nasihatnya serius, tanpa guyonanatau sindiran. Tapi tak jarang kita terlanjur bangga bebagi dan menuliskan caption yang kira-kira bunyinya,“Alhamdulillah, hari ini sudah bagi-bagi ilmu” ke seluruh linimasa akun mediasosial yang kita punya. Selain perlu menimbang rasa bangga yang tiba-tibamenghinggapi hati begitu, sepertinya kita juga perlu menakar lebih cermatperihal yang kita terima, pahami, dan bagikan itu sebagai ilmu.

Kita ini masih sering bermudah-mudah menganggap diri telahmemahami sesuatu padahal belum pernah betul-betul memeriksanya, mempelajaridengan saksama atau mengkonfirmasi pengetahuan kita pada pakarnya. Sialnya,kesalahpahaman yang sudah terlanjur melekat di benak itu kita bawa-bawa sebagaikonsep dasar untuk memahami berbagai hal. Padahal, perkataan, informasi, ataukabar, entah itu di dalam meme yang banyak beredar, atau kutipan-kutipan yang kitadengar dan baca di macam-macam tempat, pada dasarnya belumlah ilmu. Malah bisajadi bukan kebenaran.

Merujuk pada jiwa yang Allah ciptakan ini, manusia perlumelalui tahapan-tahapan yang lumayan panjang untuk memperoleh ilmu. Dimulai dari presepsi, abstraksi, dan diakhiri oleh inteleksi yang bersifat intuitif yangmasing-masing ada uraiannya tersendiri.Kita juga perlu mengaktualisasikan potensi yang Allah titipkan. Pancaindra,akal, juga kalbu bukan hanya pinjaman yang perlu dijaga agar kembali padapemiliknya dengan utuh. Semua itu perlu dibina, diasah, diberdayakan agar kita bisamemperoleh laba dari pinjaman itu. 

Seluruh proses memperoleh ilmu memang berjenjang dan takringkas. Boleh jadi ada dalam hitungan bulan atau tahun yang perlu didampingi denganpanjangnya kesabaran, tetapi berkelimpahan berkah serta kemudahan dan ketenangan.Sekarang kita bisa juga coba-coba menelaah ilmu dalam poster atau meme dengancontoh sederhana. Misalnya pada poster di akun sosial media yang isi kalimatnyabegini, “Kalau udah dengar adzan Allahu Akbar Allahu Akbar (Allah Maha Besar)berarti urusan yang lain kecil lah ya bro #SholatDulu”

Kalimat poster ini sepetinya tidaksulit untuk kita telaah dan cari tahu kebenarannya. Pertama, kita harus memilahvariabel utama dalam kalimat di atas, misalnya ‘adzan’, ‘Allahu Akbar’, ‘urusankecil’ dan ‘sholat’. Kedua, kita uraikan satu per satu variabel itu, misalnya,1) Adzan adalah tanda masuknya waktu untuk sholat wajib lima waktu, 2) Adzanbiasanya dikumandangkan dari masjid, sekarang bisa dari rekaman di televisi,radio atau telepon pintar, 3) Adzan berisi kalimat-kalimat berbahasa Arab yangdibuka dan ditutup dengan Allahu Akbar, 4) Allahu Akbar artinya Allah MahaBesar, 5) Mungkin kita perlu belajar lagi dengan lebih serius, makna AllahuAkbar yang sebenar-benarnya, 6) Tapi secara sederhana kita bisa tahu lawan katabesar adalah kecil, 7) Jika Allah Maha Besar, maka selain-Nya adalah kecil,termasuk di dalamnya diri dan urusan-urusan kita, 8) Jika kita mendengar AllahuAkbar sebagai panggilan sholat, teringatlah bahwa kita beserta urusan kita itukecil sementara Allah Maha Besar, 9) Maka kita yang kecil dan tak berdaya iniperlu mengadu, memohon, bergantung dan berserah kepada Yang Maha Besar, 10)Di antara bentuk mengadu, memohon, bergantung dan berserah seseorang yangmengaku lemah dan kecil adalah melaksanakan kewajiban dari yang Maha Kuat danMaha Besar, 11) Jadi sebesar apapun urusan yang tengah kita jalani, kalaudengar adzan sholatlah dulu.  

Uraian di atas mungkin tampakmudah dan ringan saja. Seperti tak memerlukan proses yang panjang dan berarti. Kitabisa dengan segera menerangkan arti kata-kata itu sambil membandingkan dan membuatjejaring makna. Tapi coba tanyakanlah makna kalimat poster di atas kepada anak usia5 tahun atau seorang nonmuslim usia dewasa. Kalau tidak menjawab, merekamungkin akan mengurai seadanya dan bahkan tak akan segera sholat meski adzanberbunyi tepat di telinganya. Rupanya kemudahan kita untuk memahami kalimatposter di atas tak terlepas dari proses yang telah berlangsung dan terakumulasisejak lama. Kita tak akan serta merta bisa memahami ‘adzan’, ‘Allahu Akbar’,‘urusan kecil’ dan ‘sholat’, lalu mengurainya dalam 11 poin ringkas, apalagi mengamalkannya,tanpa memiliki konsep dan pengetahuan sebelumnya. Malah kadang-kadang, ilmuyang benar tak segera menandakan tindakan yang benar.

Lalu bagaimana dengan poster atau meme yang berdiksibombastis macam, “Kasus kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) di Indonesiamencapai 200.000 kasus pertahun. Bahaya laten pacaran. Menjomblojalan juang kami. Nikah di jalan Allah cita-cita kami tertinggi” dengan gambarkartun muslimah yang sedang memekik?

Kita bisa coba kembali rumus tadi. Pertama kita memilahvariabel utama untuk difahami betul-betul maknanya. Katakanlah ‘KTD’,‘pacaran’, ‘jomblo’, ‘jalan juang’, ‘nikah’, ‘jalan Allah’, ‘cita-cita’ dan‘tertinggi’. Kedua, kita uraikan satu persatu definisi variabel-variabel diatas dengan rujukan terpecaya. Meme ini memang mengandung kebenaran. Tapi kitaperlu periksa kadarnya. Kalau ada kesalahan, kita perlu pisahkan dari yangbenar. Jangan mudah terperdaya dengan diksi aduhai. Selain memungkinkan gaduhnya‘klik share’, yang seperti ini juga patutnya menghasilkan salah paham.Misalnya, kalau benar, cita-cita tertinggi seorang Muslim adalah nikah di jalanAllah, kita tempatkan dimana Imam Nawawi yang tak kunjung menikah hingga akhirhayatnya? Atau jangan-jangan, di benak kita sudah terlanjur subur bahwacita-cita itu pasti sulit untuk diwujudkan? 

Kadang-kadang, sebagai penyemangat dan suluh penggerak,kalimat-kalimat bombastis atau retoris memang diperlukan. Dalam suasanapeperangan misalnya. Tak mungkin pasukan yang telah bersiap berhadapan dengan musuh dipompa semangatnya dengan dibacakan jurnalpenelitian ilmiah mengenai kasus aborsi. Kalimat-kalimat retoris diperlukan pada keadaan dan nuansa tertentu untuk tujuan tertentu.

Kita perlu senantiasa mawas diri pada niat danhal-hal yang kita sambut. Tidak semua kabar yang kita terima bisa langsungdiambil sebagai ilmu. Kita harus berhenti keliru dan mengatakan meme, posteratau propaganda sejenis sebagai ilmu. Itu belum ilmu. Ada proses yang perlukita lewati sehingga kabar atau informasi menjadi ilmu.

Tak heran jika beberapa ustadz dan ulama kurangmemperkenankan tulisan apalagi ucapannya dikutip lalu dibuatkan poster. Kesalahfahamanbesar kemungkinan mengemuka jika tanpa konfirmasi. Apalagi jika ungkapantersebut bermaksud kontekstual. Itulah gunanya ujian pada proses pembelajaran,untuk memastikan. Jika ada pemahaman yang salah atau kurang sesuai dari murid,guru dapat segera membetulkan.

Kita harus menyudahi menganggap yang bukan ilmu atau belumilmu sebagai ilmu dan kebenaran. Jangan sampai kita salah sangka sehinggamenganggap agama sebagai sebab timbulnya perasaan terancam, kebingungan dan ketakutan.Kita yang yakin agama adalah sumber ketenangan, keamanan dan kedamaian, perlumengokohkan keyakinan itu dengan menajamkan kemampuan berfikir. Kita perlumenepi dari keriuhan, lebih banyak belajar, dekat-dekat dengan orang sholeh, memperbanyakshalawat serta rapalan doa agar Allah limpahi ilmu dan tak tertipu pada yangpalsu.

Jika suatu saat kita mendengar seseorang bertanya setelah membacameme, poster atau kalimat nasihat, jangan buru-buru didakwa skeptis atau fasik.Mengajukan pertanyaan atau bersikap kritis semestinya tak langsung bermaknapenolakan atau penentangan. Jangan sampai tanya malah berbuah tudingan takturut perintah Nabi atau kafir, misalnya. Kalau kita tak tahu, jangan pula soktahu menjawab alih-alih sigap menuduh. Kita bisa memikirkan itu bersama-samaatau mengajukan pertanyaan dan berdiskusi pada orang yang tepat. Proses mencaridan memperoleh ilmu itu memang panjang adanya. Diperlukan kesabaran dankerendahatian. Ilmu tidak terletak di internet, poster, meme, atau pun dalambuku-buku. Meskipun internet hilang tanpa bekas atau tinta tak dapat dibuatlagi, ilmu akan tetap dalam dada manusia, pada jiwa para guru yang dianugrahikeistimewaan oleh Allah Al Alim.