Makna ad-Din
Bagikan

Makna ad-Din

Oleh karena itu, bagi seorang Muslim agama bukan hanya seperangkat tata cara peribadatan dalam menyembah Tuhan atau sekadar kumpulan nilai-nilai. Islam ialah juga keseluruhan cara pandang terhadap realitas.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia agama diartikan sebagai “ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya” (KBBI versi online/2017). Sedangkan di dalam Oxford Dictionary kata religion diartikan sebagai “the belief in the existence of a god or gods, and the activities that are connected with the worship of them, or in the teachings of a spiritual leader”.

Kedua pengertian agama di atas mencakup semua agama dan kepercayaan yang ada di dunia. Segala jenis kepercayaan, ajaran, sistem peribadatan dapat dimasukkan dalam pengertian ini. Istilah-istilah seperti: ajaran, sistem, kepercayaan, Tuhan Yang Maha Kuasa, dewa-dewa, maupun pemimpin spiritual terkait erat dengan makna agama. Secara sekilas kita melihat bahwa agama diterjemahkan sebagai seperangkat cara untuk menyembah Tuhan, dan pedoman nilai dalam berkehidupan.

Dalam tradisi kaum Muslimin dikenal istilah ad-Dīn. Kata ini seakar dengan kata-kata lain yang maknanya saling berhubungan. Masing-masing kata memiliki kaitan makna yang erat. Medan makna dari kata-kata yang seakar dengan kata ad-Dīn memunculkan banyak pengertian. Kata ini disebutkan dalam 82 ayat al-Qurʾān.

Salah satunya, kata ini terdapat dalam surat Āli ʿImrān ayat : 19. Penafsiran terhadap ayat ini telah dilakukan oleh benyak ulama. Satu di antaranya ialah Abū Jaʿfar Muḥammad bin Jarīr aṭ-Ṭabarī (224-310 H) atau lebih dikenal sebagai Imam aṭ-Ṭabarī. Beliau menulis kitab tafsir Jāmiʿul-Bayān ʿan Taʾwīli Āyil Qurʾān. Karya ini merupakan salah satu karya tafsir muʿtabar (diperhitungkan) yang sangat masyhur di dalam disiplin ilmu tafsir. Ditulis pada abad ke-3 Hijriyah, dan merupakan salah satu dari karya-karya awal dalam tafsir setelah zaman tābiʿut tābiʿīn, tafsir ini dikenal sebagai tafsir yang memuat banyak riwayat. Oleh karena itu dikenal sebagai tafsir bil maʾtsūr. Akan tetapi di dalamnya terdapat juga pembahasan-pembahasan kebahasaan dan hujjah-hujjah aqliyah mengenai suatu masalah.

Makna al-Dīn (Agama) Dalam Q.S. ʾĀli Imrān:19

Allah berfirman dalam Q.S. ʾĀli Imrān:19

                                                                                                                                        إنَ الدين عند الله الإسلام
Sesungguhnya ad-Dīn (agama) yang diterima di sisi Allah hanyalah Islām.

Aṭ-Ṭabari menjelaskan bahwa kata ad-Dīn dalam ayat tersebut bermakna: ketaatan (aṭ-ṭāʿah) dan ketundukan (aẓ-ẓillah). Menurutnya ad-Dīn dalam ayat tersebut sama artinya dengan Dīn dalam dalam perkataan seorang penyair:

ويوم الحزن إذ حشدت معد   وكان الناس إلا نحن دينا

Dan di hari duka ketika kedua kaki kuda dikumpulkan, sementara semua manusia tunduk (Dīnā) kecuali kami

Dīnā dalam syair di atas berarti taat dengan penuh ketundukan. Aṭ-Ṭabari juga menjelaskan bahwa ad-Dīn juga bisa berasal dari kata kerja dāna yang berarti tunduk (ẓallala).

Selanjutnya Imām Al-Ṭabari mencoba membandingkan kata ad-Dīn dengan kata al-Islām.

Menurutnya dalam konteks ini, makna ad-Dīn sama dengan makna al-Islām yang berarti patuh atau taat dengan penuh ketundukan (al-Inqiyād bil-taẓallul) dan penuh kekhusyu’an (al-Inqiyād bil-khusyūʿ).

Kata al-Islām berasal dari kata kerja aslama yang berarti: “masuk ke dalam kepasrahan dan ketundukan”. Oleh karena itu al-Islām bermakna kepatuhan dengan penuh ketundukan (al-Inqiyād bil-khuḍūʿ) tanpa melawan sedikit pun.

Sehingga setelah kita dapati pembahasan makna-makna dari kata ad-Dīn dan al-Islām, ayat tersebut dapat ditafsirkan sebagai berikut:

“Sesungguhnya ketaatan yang diterima di sisi Allāh adalah ketaatan yang semata-mata untuk-Nya saja, serta ikrarnya mulut dan hati untuk menghamba dan menundukkan diri kepada-Nya, serta mematuhi dengan penuh ketaatan apa yang Allāh perintahkan dan menjauhi apa yang Dia larang, dan menundukkan diri dengan penuh penerimaan, tanpa sedikit-pun kesombongan, penyimpangan, dan penyekutuan.”

Dari pemaparan di atas, setidaknya kita bisa mengetahui bahwa makna Agama tidak melulu seperti yang terdapat dalam kamus-kamus modern. Dalam tradisi keilmuan Islam makna-makna dari istilah-istilah kunci senantiasa terikat oleh medan semantik bahasa Arab.

Karena dalam bahasa Arab-lah al-Qurʾān diturunkan dan al-Qurʾān lah yang menyempurnakan bahasa Arab yang sudah tinggi hingga mencapai puncak ketinggian-Nya. Al-Qurʾān juga lah yang menjaga bahasa Arab hingga bisa bertahan sampai akhir zaman (al-Attas: 2014. Hlm 101-102).

Salah satu istilah kunci dalam tradisi Islam tersebut adalah kata ad-Dīn. Imām aṭ-Ṭabari memaknai kata ad-Dīn ini dengan merujuk makna-maknanya dalam bahasa Arab. Makna-makna yang beliau paparkan merupakan sebuah pendalaman makna ad-Dīn (Agama) yang tidak keluar dari pakem-pakem penafsiran dalam tradisi kaum muslimin.

Makna-makna ini tak berarti menafikan makna al-Islām sebagai sebuah nama agama yang diturunkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW sebagai penutup dari risalah para anbiyāʾ ʿalaihim as-salām. Justru makna-makna ini merupakan penguatan dan pendalaman. Karena dalam penafsiran ayat tersebut, Aṭ-Ṭabari mengikat penafsirannya dengan kata-kata: “serta mematuhi perintah Allāh dengan penuh ketaatan dan menjauhi larangan-Nya”. Jadi yang dimaksud adalah seluruh unsur ajaran Islām.

Hal ini dikuatkan dengan penafsiran beliau terhadap kata al-Islām sebagai ad-Dīn di dalam Surat al-Māʿidah ayat 3, bahwa Agama Islam telah sempurna dan telah Allāh ridhai. Yakni sempurna seluruh unsurnya, baik itu perintah, larangan, halal, haram dan ajaran-ajaran lainnya.

Salah satu makna ad-Dīn (agama) menurut aṭ-Ṭabari adalah ketaatan (aṭ-ṭāʿah) dan ketundukan (aẓ-ẓillah). Ini memberi kita pelajaran bahwasanya di dalam menjalankan agama haruslah dengan penuh keikhlasan dan kerelaan. Itulah mengapa seorang muslim dinamai ʿAbdullāh atau Hamba Allah.

Oleh karena itu, bagi seorang Muslim agama bukan hanya seperangkat tata cara peribadatan dalam menyembah Tuhan atau sekadar kumpulan nilai-nilai. Islam ialah juga keseluruhan cara pandang terhadap realitas. Segala tindakan dan kehidupan seorang Muslim harus senantiasa terikat kepada Allāh Swt.

Bahan Bacaan:

Abū Jaʿfar Muḥammad bin Jarīr aṭ-Ṭabarī, Jāmiʿul-Bayān ʿan Taʾwīli Āyil Qurʾān (Dar Hajar: Markaz al-Buḥus wa ad-Dirāsat al-‘Arabiyah wal Islāmiyyah, tt).

Syed Muhammad Naquib al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin (Kuala Lumpur: IBFIM, 2014).

http://kbbi.web.id/

https://id.oxforddictionaries.com/