Hamka Berbicara tentang Penghormatan Kepada Guru dan Persahabatan
Bagikan

Hamka Berbicara tentang Penghormatan Kepada Guru dan Persahabatan

Jika datang ke Jawa saya memerlukan datang menziarahi Bapak Agus Salim. Beliau waktu itu tinggal di Jalan Karet, tidak begitu jauh dari mesjid Jami’ Tanah Abang. Beliau senang sekali bila diziarahi.

Jika datang ke Jawa saya memerlukan datang menziarahi Bapak Agus Salim. Beliau waktu itu tinggal di Jalan Karet, tidak begitu jauh dari mesjid Jami’ Tanah Abang. Beliau senang sekali bila diziarahi. Beliau bercakap-cakap soal agama, filsafat, politik, tasawuf, sejarah hidup Rasulullah S.A.W., dengan mendalam, biar satu jam, biar dua jam, kita tidak akan bosan mendengarkan. Beliau senang sekali membaca dan memperhatikan “Pedoman Masyarakat”. Beliau bersedia mengarang bila diminta, apatah lagi bila kita sabar menunggu. Saya pernah mengundurkan hari saya kembali ke Medan beberapa hari karena menunggu karangan beliau. Dan karangan beliau, gaya bahasa, pilihan kalimat sangat lah indah. Beliau adalah politikus sastrawan. Sampai beliau meninggal saya merasa bahwa beliau adalah seorang di antara tempat saya berhutang budi.

Hubungan rohani, persahabatan dan teman seperjuangan yang kian mendalam, hormat menghormati, harga menghargai ialah dengan saudara Mohammad Natsir dan Mohammad Isa Anshari. Kedua teman itu kebetulan sekampung sehalaman pula. Sama-sama “orang Danau”. Banyak danau di Sumatera. Tetapi kalau disebut “Urang Danau” atau “Nagari Danau” niscaya yang difaham orang ialah orang Danau Maninjau. Ayah saya sendiri, Syaikh Abdulkarim Amrullah mensyairkan dirinya demikian:

“Abdulkarim negeri Danau,

Semenjak kecil tinggal disurau

Serupa juga dengan dilepau

Siang dan malam dimabuk gurau”.

Hamka, Kenang-Kenangan Hidup (Jilid II), Penerbit Bulan Bintang, 1974, hlm 198